Refleksi Peran APIP dalam Pencegahan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa
Refleksi Peran APIP dalam Pencegahan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa

Selasa, 18 Mei 2021



Oleh :

Joko Yunianto *                                                           

Harsusanto **


Ada critical point yang mendasari penulis untuk mengangkat topik pencegahan korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa menjadi sebuah tulisan. pada saat penulis menerima telepon dari salah satu Kepala satker/UPT, dimana secara singkat pembicaraan di telepon menyampaikan satker akan menggunakan “jasa” tim dari Aparat Penegak Hukum (APH) yaitu Kejaksaan untuk dilibatkan dalam pengawalan pendampingan proyek pembangunan yang dibiayai dari SBSN. seolah-olah muka kita selaku APIP ditampar keras oleh satker, karena mereka lebih percaya pada APH dalam melakukan pendampingan PBJ.

 

Pendahuluan

Kita mempunyai lembaga pemeriksaan/pengawasan yang begitu banyak. Di antaranya ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan (BPKP), dan Inspektorat pada setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Belum lagi ada Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Apa lagi yang kurang? Namun, untuk dapat mencegah dan memberantas korupsi masih diperlukan berbagai macam ikhtiar, di antaranya adalah metode pengawasan yang dijalankan.

Kesan Reaktif APIP 

Yang menjadi masalah adalah keberadaan APIP sebagai auditor internal pemerintah yang seharusnya proaktif mencegah penyimpangan justru lebih terkesan reaktif dalam menghadapi korupsi PBJ. Dalam konteks PBJ ini, APIP sebagai auditor internal seperti masih enggan menggeser peran watch dog ke peran konsultan dan katalis. Menjadi relevan jika hari ini kita kembali bertanya, “Mengapa proyek-proyek pembangunan infrastruktur justru dikawal oleh Kejaksaan, bukan oleh APIP? Kemana gerangan APIP?” tingkat korupsi PBJ di Indonesia adalah yang tertinggi di antara jenis-jenis korupsi yang lain. Namun kenyataannya, risiko korupsi belum dikelola secara memadai. Bahkan, tampaknya malah belum disadari sama sekali.


BACA JUGA:
APIP (MENUJU ERA) 4.0


Padahal, jika mengacu pada konsep audit berbasis risiko, kegiatan audit internal seharusnya lebih fokus pada risiko-risiko yang signifikan bagi organisasi. Mengacu pada konsep manajemen risiko, apabila dilakukan penilaian atas risiko korupsi PBJ, maka akan ditemui hasil bahwa risiko tersebut masuk ke dalam kuadran signifikan atau bahkan sangat signifikan. Ini terjadi karena dari sisi kemungkinan keterjadian dan dampak, tentu saja korupsi PBJ memiliki bobot yang tinggi.

Pertanyaannya, apakah selama ini kegiatan APIP kita telah terfokus, atau setidaknya mencakup risiko korupsi dalam PBJ tersebut? “Apakah kegiatan audit internal tersebut telah efektif dalam mencegah korupsi?”.

 

Refleksi Peran APIP 

Audit internal menurut The Institute of Internal Auditor (IIA) adalah kegiatan konsultasi dan penjaminan kualitas (assurance) secara independen yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan perbaikan operasional organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pendekatan yang sistematis dan disiplin dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola.

Jika mengacu pada definisi di atas, esensi dari keberadaan auditor internal adalah nilai tambah bagi operasi organisasi. Adanya nilai tambah artinya terdapat perbedaan antara operasi manajemen plus audit internal dengan operasi manajemen tanpa audit internal.

Begitupun dalam lingkup PBJ, APIP selaku auditor internal pemerintah juga harus mampu memberikan nilai tambah, yaitu berupa keyakinan yang memadai terhadap proses PBJ yang sedang berjalan. APIP seharusnya mampu menilai dan memastikan bahwa manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata kelola dalam PBJ telah efektif dalam mencegah korupsi.


BACA JUGA:

MENGUBAH "KETIDAKPASTIAN" MENJADI RISIKO TERKELOLA : MILESTONE PENTING PEMERINTAHAN YANG AKUNTABEL


APIP harus lebih mengembangkan teknik dan metode pengawasan yang lebih tajam. Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh APIP harus benar-benar menguji kebenaran material suatu bukti, tidak sekedar reviu dokumen formal saja. Pelajaran berharga didapatkan oleh APIP ketika melakukan pengawalan/pedampingan melalui consulting activity terhadap proyek prioritas nasional RHL.  Dari hasil pendampingan secara keseluruhan belum ditindaklanjuti karena sepenuhnya menjadi tanggug jawab manajemen dan rekomendasi APIP tidak bersifat mengikat. Sehingga setelah selesai pendampingan, banyak pengaduan masyarakat terutama dari aspek proses PBJ yang stela ditindaklanuti oleh Inspektorat Investigasi terbukti.

Memang, berdasarkan Standar Audit, untuk konteks pendampingan  bahwa sasaran pendampingan sesuai dengan harapan dan kebutuhan klien. Oleh karena itu, keyakinan yang dihasilkan dari pendampingan bersifat terbatas.

 

Probity  Audit

Sudah saatnya kita menempuh strategi yang lebih efektif untuk meminimalkan risiko PBJ. Sudah sejak tahun 2012, Lembaga Pembina APIP yaitu BPKP telah menerbitkan ketentuan berupa Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-362 /K/D4/2012 tanggal 9 April 2012 tentang Pedoman Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bagi Aparat Pengawasan Intern.

Probity diartikan sebagai integritas (integrity), kebenaran (uprightness), kejujuran (honesty). Konsep probity tidak hanya digunakan untuk mencegah terjadinya korupsi tetapi juga untuk memastikan bahwa proses penyelenggaraan sektor publik, seperti proses PBJ, hibah dilaksanakan secara wajar, obyektif dan transparan. Terkait dengan proses PBJ, Probity diartikan sebagai good process yaitu proses PBJ dilakukan dengan prinsip pengegakan integritas, kebenaran dan kejujuran. Konsep probity audit merupakan kegiatan penilaian independen untuk memastikan bahwa proses PBJ dilaksanakan secara konsisten dengan prinsip audit itu sendiri adalah kegiatan penilaian yang bersifat independen untuk memastikan bahwa proses pengadaan barang dan jasa telah dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan prinsip penegakan integritas, kebenaran dan kejujuran, serta mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana sektor publik.

Probity audit dilakukan dengan pengujian bukti-bukti dokumen mulai dari tahap perencanaan, persiapan, pemilihan, hingga penandatanganan dan pelaksanaan kontrak. Melalui probity audit diharapkan korupsi dapat dicegah, setidaknya dapat dideteksi sedini mungkin sehingga dampaknya bisa diminimalisir.

 

Penutup

Probity audit yang dilakukan auditor bukan berarti tanpa risiko. Sebagai salah satu bentuk kegiatan penjaminan kualitas (assurance),  probity audit memberikan keyakinan kepada manajemen bahwa suatu proses PBJ telah berada pada jalan yang lurus.

Pernyataan jaminan oleh auditor ini dapat menjadi bumerang jika setelah dilakukan probity audit terhadap suatu kegiatan PBJ dengan simpulan baik, yaitu PBJ telah berjalan efektif, efisien dan sesuai aturan, tetapi di kemudian hari ternyata ditemukan adanya penyimpangan (korupsi).

Untuk meminimalisir risiko, ruang lingkup dan batasan tanggung jawab auditor harus jelas. Simpulan yang dihasilkan dalam probity audit tentu harus didukung dengan bukti-bukti yang kuat yang telah diperoleh dengan hati-hati dan diuji dengan cukup. Artinya, auditor telah bekerja sesuai dengan standar dan kode etik.

Jika di kemudian hari terdapat bukti atau fakta baru selain yang telah dikumpulkan oleh auditor, maka auditor tidak seharusnya dipersalahkan atas ketidakmampuannya menemukan indikasi korupsi PBJ.

Hal tersebut penting dipahami, karena dalam praktiknya terdapat kekhawatiran atau bahkan ketakutan dalam benak auditor atas risiko kegagalan probity audit tersebut. Jika hasil probity audit nantinya justru dijadikan ‘bemper’ atau ‘stempel’ yang melegitimasi korupsi yang dilakukan secara diam-diam terjadi.

Dengan batasan yang jelas tadi, auditor dapat lebih ‘berani’, dan memang harus berani dalam memberikan jaminan yang memadai. Bagaimanapun auditor tetap harus memberikan jaminan ini, karena auditor tanpa assurance bagaikan gula tanpa rasa manis. Peran auditor seperti kehilangan esensinya.

* Auditor Madya Pada Inspektorat Wilayah II

** Auditor Madya Pada Inspektorat Wilayah II

(Dipost oleh Romi)





Salin Tautan :




test

LAINNYA
Memperkuat Pengawasan PUG, Tugas Penting Yang Nyaris Terabaikan

Kategori :

Judul di atas mungkin terkesan berlebihan. Benarkah Pengarusutamaan Gender (PUG) penting? Dan, benarkah sebagai APIP selama ini kita cenderung mengabaikannya? Menurut pendapat...


KOORDINASI PENGAWASAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL TAHUN 2021

Tentang : #PEN KLHK Tahun 2021
Kategori :

Inspektorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyambut baik koordinasi yang dilakukan bersama Bareskrim Kepolisi Negara Republik Indonesia (Polri) melalui S...


Refleksi Peran APIP dalam Pencegahan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa

Tentang : Keberadaan APIP sebagai auditor internal pemerintah yang seharusnya proaktif mencegah penyimpangan justru lebih terkesan reaktif dalam menghadapi korupsi PBJ.
Kategori :

Oleh : Joko Yunianto *                                          &nb...


id_folder : -----n